Kisah Abdullah Bin Umar Yang Baik Hati, Cerita Islami Penyentuh Jiwa

TABIRDAKWAH - Assalam untuk kita semua, salam kenal dan salam persaudaraan Se-iman se-Islam untuk kita semua, pada kesempatan ini kami ingin membagikan artikel tentang Kisah Islami pembangun jiwa, penebal iman Islam kita, yaitu Kisah sahabat nabi yang baik hatinya cinta kedamaian, ia adalah Abdullah Ibnu Umar ra

Dalam kisah Abdullah bin Umar ini merupakan cerita nyata atau bisa disebut juga sengan sejarah, yang tidak hanya fiktif, tapi memang benar benar terjadi pada masa itu ( masa awal menculnya agama Islam di mekah )

Sipa sih Abdullah bin Umar ? apa saja keustimewaan sahabat nabi Muhammad Saw ini ? mari kita baca bersama kisahnya yang kuta ambil dari referensi terpercaya

Kisah Abdullah Bin Umar Yang Baik Hati


Kisah Abdullah Bin Umar

Biodata Abdullah Bin Umar

Abdullah bin Umar atau lebih dikenal dengan panggilan Ibn Umar adalah putra dari khalifah Umar Ibn Khathab rodhiallahu anhu,

Abdullah Bin Umar Menurut Nabi

Dalam riwayat hadis nabi Muhammad Saw, nabi bersabda, “Dia (Abdullah bin Umar) orang yang shalih.” Pernah juga berkata, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar, jika dia mau mengerjakan sholat malam.”

Jadi Abdullah bin Umar ini adalah orang yang sholeh menurut nabi Muhammad Saw, dan dianggap orang yang sangat baik. dan setelah mendengar sabda baginda nabi Muhammad Saw yang dilanjutkan melalui Hafshoh ( Hafshah ) istri nabi yang juga kakak perempuannya, Ibn Umar sering menghabiskan sebagian malam-malamnya untuk menjalankan sholat malam dan sebagiannya untuk tidur. dan menurut riwayat bahwa Abdullah Ibn Umar rodhiallahu anhu empat beberapa kali akan dicalonkan menjadi khalifah pemimpin umat Islam pada masa itu.

Kisah Abdullah Ibnu Umar ra dicalonkan menjadi Khalifah

Dalam suatu riwayat bahwa sepeninggal khalifah Usman bin Affan, sekelompok umat Islam memaksa Abdullah bin Umar agar melanjutkan Usman ra untuk menjadi seorang khalifah pemimpin umat Islam. Mereka berteriak di depan rumah Ibnu Umar, dan berkata: “Anda adalah seorang pemimpin, keluarlah agar kami minta orang-orang berbai’at kepada anda.” Tapi Ibnu Umar menyahut, “Demi Allah, seandainya bisa, janganlah ada darah walau setetespun tertumpah disebabkan karena aku.” Orang di luarpun mengancam, “Anda harus keluar! Atau, kalau tidak kami bunuh di tempat tidurmu.” Ibnu Umar tidak bergeming sedikitpun. Akhirnya sekelompok orang tersebut bubar

Kisah Abdullah Ibnu Umar ra Cinta Damai

Abdullah Ibnu Umar terkenal dengan kecintaannya akan kedamaian dan persatuan umat, dan membuatnya menjauhi percaturan politik kala itu. Ia menolak dicalonkan sebagai kholifah pemimpin umat Islam waktu itu lantaran takut akan terjadi pertumpahan darah di antara kaum muslimin wal muslimat

Alasan Abdullah Bin Umar Tidak Mau Menjadi Kholifah

Alasan lain Abdullah bin Umar ra tersebut adalah, Ibn Umar menginginkan jabatan kekhalifahan terjadi secara damai seperti terjadi pada saat terpilihnya Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Meskipun pada masa Ali bin Abi Thalib inilah terjadi pertumpahan darah yang diakibatkan perebutan kekuasaan. Namun bagaimanapun juga, Ali ibn Abi Thalib terpilih secara damai.

Sebuah riwayat menceritakan, bahwa Abdullah Ibn Umar pernah mengatakan, “Tiada sesuatupun yang aku sesali karena tidak aku peroleh, kecuali satu hal, aku amat menyesal tidak mendampingi Ali memerangi golongan pendurhaka.’”

Hal ini karena Abdullah Ibnu Umar rodhiallahu anhu tidak mampu menghentikan peperangan, sehinggga ia menjahui semuanya. Bahkan ada seseorang menggugatnya. Mengapa ia tidak membela Ali dan pengikutnya jika merasa Ali di pihak yang benar, Abdullah bin Umar menjawab, “karena Allah telah mengharamkan atasku menumpahkan darah muslim.”

Begitu perhatiannya Abdullah Ibnu Umar ra kepada kaum muslimin, maka sangat tepat sekali Rosulullah menganggap bahwa Abdullah bin Umar ini manusia yang baik

Kisah Abdullah Bin Umar dengan Muawiyah

Pada tahun sekitar 51 H, Muawiyyah I melaksanakan ibadah haji, dan mengambil baiat atau sumpah setia penduduk Mekkah untuk putranya yang bernama Yazid bin Muawiyah, Kemudian Muawiyyah memanggil Abdullah Ibn Umar ra. Setelah Abdullah Ibn Umar datang menemui Muawiyah, lalu Muawiyyah mengatakan, “Wahai Abdullah bin Umar, Anda pernah mengatakan kepada saya, bahwa Anda tidak suka tidur satu malampun yang di dalamnya tidak ada seorang pemimpin. Saya ingatkan kepada Anda, jangan sampai Anda memecah belah kesatuan umat muslimin atau Anda berusaha merusak hubungan mereka.”

Mendengar itu, Abdullah Ibn Umar r.a membaca Hamdalah, lantas berkata, “Sesungguhnya sebelum Engkau sudah ada beberapa khalifah yang mempunyai beberapa anak, yang anakmu tidak lebih baik dari anak-anak mereka, namun mereka tidak memutuskan memberikan jabatan khalifah pada anak-anaknya, sebagaimana Engkau melakukan pada anakmu. Mereka memberikan kebebasan pada kaum muslimin untuk menentukan pilihan dalam mengangkat khalifah. Sedangkan Engkau memperingatkan aku agar tidak memecah belah kaum muslimin. Saya tidak akan pernah melakukan itu. Sesungguhnya saya adalah salah satu dari sekian banyak kaum muslimin. Jika mereka sepakat dalam satu perkara, maka saya akan bersama mereka. Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu.”

Setelah Abdullah bin Umar r.a berkata demikian maka Abdullah Ibn Umar pergi meninggalkan Muawiyyah. Abdullah Ibn Umar ra pernah dicalonkan sebagai khalifah, namun beliau mengajukan syarat, yakni asal ia dipilih seluruh kaum muslimin tanpa paksaan. Jika bai’at dipaksakan di bawah ancaman pedang, ia akan menolak.

Sebenarnya Ibn Umar sudah memahami kondisi saat itu. Sudah pasti syarat yang dia ajukan tak akan terpenuhi. Kaum muslimin sudah terpecah menjadi beberapa kelompok.

Akibat Penolakan Abdullah Ibnu Umar menjadi Khalifah

Penolakan Abdullah Ibnu Umar r.a yang demikian halus, ternyata ada yang menanggapi dengan kesal. Sekelompok orang yang menginginkan Ibn Umar menjadi khalifah itupun, lantas mengatakan pada Ibnu Umar demikian, “Tak seorangpun lebih buruk perlakuannya terhadap umat manusia, kecuali kamu.” Abdullah Ibn Umarpun menjawab, “Kenapa? Demi Allah aku tidak pernah menumpahkan darah mereka, tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah-belah persatuan mereka.”

Merekapun menjawab, “Seandainya kamu mau menjadi khalifah, tak seorangpun akan menentang.” Lagi-lagi Abdullah Ibn Umar menjawab dengan halus, “Saya tak suka seorang mengatakan setuju, sedang yang lain tidak.’
Baca Juga: keutamaan malam nisfu sya,ban yang umat Islam harus ketahui

Kisah Abdullah bin Umar Bertemu Marwan

Saat usianya 70 tahun, Marwan seorang gubernur Madinah menemuinya dan mintanya untuk menjadi khalifah. Ketika itu khalifah ada di tangan Muawiyyah II, cucu dari Muawiyyah I. Nama lengkapnya Muawiyyah bin Yazid bin Muawiyyah. Marwan mengatakan pada Ibnu Umar, “Ulurkan tangan Anda agar kami berbai’at. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpin.”

Lagi-lagi Abdullah Ibn Umar menjawab, “lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang yang tidak mau?” Jawab Marwan, “Kita gempur mereka sampai mau berbai’at.” Abdullah Ibn Umar pun secara tegas mengatakan, “Demi Allah aku tak sudi dalam umurku yang tujuh puluh tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku.”

Mendengar jawaban ini, Marwanpun berlalu, dan melontarkan syair, “Api fitnah berkobar sepeninggal Abu Laila, dan kerajaan akan berada di tangan yang kuat lagi perkasa.” Abu laila yang dimaksudkannya ialah Muawiyah bin Yazid.
Terbaru: Posisi Tidur yang dimurkai Allah SWT

Teladan Abdullah Ibnu Umar ra

Ada banyak sekali tauladan yang dapat kita ambil hikmahnya dari kisah Abdullah Ibnu Umar, namun yang penulis ulas hanya sebagaianya saja, yaitu berdasarkan kisah berikut ini:
Pada kesempatan yang berbeda Abdullah Ibn Umar menyatakan, “Siapa yang berkata marilah shalat, akan aku penuhi. Siapa yang berkata marilah menuju kebahagiaan, akan aku turuti pula. Tetapi siapa yang mengatakan, marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya, maka saya katakan tidak!”
Baca Juga: 12 Sebab Dilapangkannya Rizki Seorang Hamba
Abdullah Ibnu Umar melanjutkan perkataannya, “Kita melakukan perang semata-mata hanya untuk agama kita dan semata bagi Allah. Tetapi sekarang, apa tujuan kita berperang? Aku sudah mulai berperang semenjak berhala berhala memenuhi Masjidil Haram dari pintu sampai ke sudut sudutnya, hingga akhirnya semua menghilang. Sekarang, apakah aku akan memerangi orang yang mengucapkan “la ilaha illa Allah”?

Nah, itulah Kisah Abdullah bin Umar r.a yang patut kita teladani dan contoh juga yang dapat kita sajikan untuk sahabat semuanya, semoga kita semua mendapatkan rahmat-Nya, amjn

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel