Dosa Riba lebih besar dari Zina Mengerikan

TABIRDAKWAH - Assalamualaiakum bagi para pembaca semuanya, pada kesempatan yang berbagaia ini kita akan membagikan artikel atau ulasan tentang Dosa Riba Lebih Besar Dari Dosa Zina yang semoga kita bisa mengambil hikmahnya dan lebih waspada dalam masalh riba ini, karena memang sanksi atau hukuman yang akan diterima oleh pelaku riba sangat mengerikan sekali

Ulasan Dosa Riba ini kita dapatkan dari beberapa sumber yang bisa dipercaya, dan anda semua bisa gunakan untuk berbagai kebutuhan, entah kebutuhan mengoreksi diri pribadi, untuk menambah wawasan maupun untuk bahan dakwah atau khotbah jumat, namun yang terpenting adalah untuk diri pribadi agar mawas diri

Dosa Riba lebih besar dari Zina Mengerikan




 Dosa Riba lebih besar dari Zina Mengerikan

Dalam Masalah Riba Ini masih khilafiyah, artinya masih banyak perbedaan dan berdebatan dikalangan ulama, dan kita sebagai umat menerima khilafiyah itu dengan memilih salah satu yang kita yakini, dan dalam hal ini ulasan yang akan disajikan yang lebih hati hati dan agak keras dalam menyikapi maupun memahami masalah riba ini, yaitu sebagai berikut:


Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : 

“ Satu dirham dari riba yang dimakan oleh seseorang dan ia tahu itu (riba), maka lebih besar disisi Allah daripada berzina tiga puluh enam kali “ (HR. Imam Ahmad dan Ath Thabrani dishahihkan oleh syaikh Al Al Bani didalam shahihul jami’) Bahkan dalam sebuah hadist disebutkan seakan-akan seperti menzinahi ibunya sendiri. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Riba itu memiliki tujuh puluhan pintu, yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menggauli ibunya sendiri “ (Hadist ini dishahihkan syaikh Al Al Bani di shahihul jami’) Hukum Bekerja di Bank Fatwa Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Rahimahullah

Apakah Bunga Bank itu Riba ?

Ada yang mengatakan bahwa bunga bank itu bukanlah riba, tapi ada juga yang mengatakan bahwa bunga bank adalah riba, dan ini masalah khilafiyah, anda boleh memilih sesuai keyakinan anda, selagi anda tidak menyalahkan lainnya, yang menganggap bunga bank riba adalah sebagi berikut:
“… Tidak diperbolehkan bekerja di bank seperti itu (yang melakukan transaksi riba, pen.). Sebab bekerja di sana termasuk ta’awun (tolong-menolong) di atas dosa dan permusuhan. Allah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Ma’idah: 2) Disebutkan dalam Ash-Shahih dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu dari Nabi Salallahu alaihi wa sallam bahwa beliau melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan orang lain dengan harta riba, penulis, dan kedua saksinya.

Bisa dibayangkan, bunga bank yang 7% sampai 9% pertahun itu secara sekilas memang angka yang kecil. Untuk peminjaman dengan jangka waktu lama dan setelah dikalkulasikan, maka bisa dilihat seseorang yang meminjam uang di bank akan membayar bunga yang hampir sama dengan nominal yang dia pinjam. Ini sungguh sangat mengerikan. Keuntungan bank yang hampir sama dengan nominal yang dipinjam digunakan untuk membiayai kehidupan para karyawan yang sangat besar jumlahnya. Ini seperti dosa riba yang beranak Pinak dan sangat mengerikan sekali. 

Tetapi ada juga yang membela diri dengan program bank yang mendapat bantuan dari pemerintah dengan bunga bank yang rendah bukan termasuk riba. Bantuan pemerintah dalam bentuk kredit usaha rakyat (KUR), dengan bunga rendah itu hanya sebagai pengimbang atas kenaikan harga atau inflasi. Mereka menganggap ini bukan termasuk riba. Karena mereka menganggap bila pinjam di bank misalnya 10juta-30 juta bila dibandingkan dengan harga suatu barang dan mereka akan mengembalikan dua atau tiga tahun mendatang dengan pokok 10juta-30juta ditambah bunganya juga akan mendapatkan barang yang sama karena harga barang pasti akan naik tiap tahunnya atau yang dinamakan inflasi. Mereka menganggap ini bukan dosa riba yang mengerikan.

Tapi kembali ke hati kita masing-masing apakah hati kita bersih sehingga bisa menemukan jalan lain tanpa terpentok kepada dosa ribA yang mengerikan, atau kota kadang-kadang masih juga ikut membela diri Dengan menganggap pinjaman bank hanya pengimbang inflasi

Beda lagi dengan Bang Tengel atau bank harian atau orang yang sengaja meminjamkan uang dari rumah ke rumah dan mereka manarif cicilan tiap harinya dan bila tidak ada pembayaran harian maka bunga akan terus melambung tinggi. Ini persyaratan yang mudah, tetapi dengan bungabank yang tentu mencekik pula.

Ada pula pinjaman online via internet yang nominalnya kecil 600rban sampai nominal besar puluhan bahkan ratusan juta rupiah, dengan suara yang terbilang gpang dan cicilan bisa dibayarkan melalui minimarket terdekat. Tetapi kasus-kasus ini yang hanya hutang 2 hingga 3 jutaan akan berkembang hingga puluhan kalinya karena si penghitung tidak tepat membayar cicilan.

Atau mungkin juga penggunaan kartu kredit yang semakin hari semakin gencar promosinya, baik melalui telemarketing maupun didatangi satu persatu calon nasabah, padahal bila kita berhalangan membayar, atau membayar tidak tepat waktu Bunganya akan berkembang kembang berlipat kali
Baca Juga: Dosa meninggalkan shalat jum'at Yang Mengerikan

Gaji Pegawai Bank

Masalah gaji pegawai bank juga masih khilafiyah ( ada perbedaan ) dikalangan ulama`, dan anda juga boleh memilih mau ikut yang mana, dan yang menganggap tidak boleh adalah ada yang mengatakan menyatakan: “(Dosa) mereka sama.” Adapun gaji yang telah anda terima, maka halal bagi anda bila sebelumnya anda jahil (tidak tahu) tentang hukum syar’inya, dengan dasar firman Allah: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

 Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Al-Baqarah: 275-276) Sementara bila anda tahu bahwa pekerjaan tersebut tidak diperbolehkan, maka seyogianya gaji yang anda terima disalurkan kepada proyek-proyek kebajikan dan menyantuni para fuqara disertai dengan taubat kepada Allah. Barangsiapa bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha,

 maka Allah akan menerima taubatnya dan mengampuni kesalahannya. Sebagaimana firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (At-Tahrim: 8)

Baca Juga: Makanan dan Minuman Ahli Neraka
Allah juga berfirman: “Dan bertaubatlah kalian semua wahai kaum mukminin, agar kalian beruntung.” (An-Nur: 31) [Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz, Kitab Ad-Da’wah, 2/195-196, lihat Fiqh wa Fatawa Buyu’ hal. 128-130] Fatwa serupa juga disampaikan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah sebagaimana dalam Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin (2/703). Lihat Fiqh wa Fatawa Buyu’ (hal. 128). Juga Al-Lajnah Ad-Da’imah (13/344-345) yang diketuai oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, wakil: Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, anggota: Asy-Syaikh Abdullah Ghudayyan dan Asy-Syaikh Abdullah bin Mani’. Juga penjelasan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i Rahimahullah dalam kitabnya Qam’ul Mu’anid (2/278). Fatwa mereka berlaku umum bagi siapa saja yang bekerja di bank-bank ribawi, walaupun hanya sebagai sopir atau sekuriti (petugas keamanan). Juga berlaku pada semua lembaga ribawi selain bank. Ini adalah fatwa Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah, lihat Fiqh wa Fatawa Buyu’ (hal. 133).

Bahkan hukumnya pun berlaku bagi pihak yang tidak punya pilihan pekerjaan kecuali di bank ribawi, atau pihak yang kondisi ekonominya pailit dan hanya ada lowongan pekerjaan di bank ribawi, sebagaimana fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baz Rahimahullah. Lihat Fiqh wa Fatawa Buyu’ (hal. 132-133). Di akhir zaman sekarang ini, telah nampak praktek riba tersebar di mana-mana. Dalam ruang lingkup masyarakat yang kecil hingga tataran negara, praktek ini begitu merebak baik di perbankan, lembaga perkreditan, bahkan sampai yang kecil-kecilan semacam dalam arisan warga. Entah mungkin kaum muslimin tidak mengetahui hakekat dan bentuk riba. Mungkin pula mereka tidak mengetahui bahayanya.
Baca Juga: Kisah Nabi Nuh As Lengkap Dari Awal Sampai Akhir

Dosa Riba lebih besar dari Zina Mengerikan

Apalagi di akhir zaman seperti ini, orang-orang begitu tergila-gila dengan harta sehingga tidak lagi memperhatikan halal dan haram. Sungguh, benarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ “Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram.” (HR. Bukhari no. 2083) Oleh karena itu, sangat penting sekali materi diketengahkan agar kaum muslimin apa yang dimaksud dengan riba, apa saja bentuknya dan bagaimana dampak bahanya. Allahumma yassir wa a’in. Ya Allah, mudahkanlah kami dan tolonglah kami dalam menyelesaikan pembahasan ini.

Seorang Pedagang Haruslah Memahami Hakekat Riba As Subkiy dan Ibnu Abi Bakr mengatakan bahwa Malik bin Anas mengatakan, فَلَمْ أَرَ شَيْئًا أَشَرَّ مِنْ الرِّبَا ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَذِنَ فِيهِ بِالْحَرْبِ “Aku tidaklah memandang sesuatu yang lebih jelek dari riba karena Allah Ta’ala menyatakan akan memerangi orang yang tidak mau meninggalkan sisa riba yaitu pada firman-Nya, فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ “Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu (disebabkan tidak meninggalkan sisa riba).” (QS. Al Baqarah: 279) ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا . “Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” ‘Ali bin Abi Tholib mengatakan, مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ “Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.” (Mughnil Muhtaj, 6/310) Apa yang Dimaksud dengan Riba? Secara etimologi, riba berarti tambahan (al fadhl waz ziyadah). (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, 350 dan Al Misbah Al Muniir, 3/345). Juga riba dapat berarti bertambah dan tumbuh (zaada wa namaa).

Baca Juga: Dosa Besar Buat Penzina
 (Lihat Al Qomus Al Muhith, 3/423) Contoh penggunaan pengertian semacam ini adalah pada firman Allah Ta’ala, فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ “Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bertambah dan tumbuh subur.” (QS. Fushilat: 39 dan Al Hajj: 5) Sedangkan secara terminologi, para ulama berbeda-beda dalam mengungkapkannya. Di antara definisi riba yang bisa mewakili definis yang ada adalah definisi dari Muhammad Asy Syirbiniy. Riba adalah: عَقْدٌ عَلَى عِوَضٍ مَخْصُوصٍ غَيْرِ مَعْلُومِ التَّمَاثُلِ فِي مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ الْعَقْدِ أَوْ مَعَ تَأْخِيرٍ فِي الْبَدَلَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا “Suatu akad/transaksi pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syari’at, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau salah satunya.” (Mughnil Muhtaj, 6/309) Ada pula definisi lainnya seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah, riba adalah: الزِّيَادَةُ فِي أَشْيَاءَ مَخْصُوصَةٍ “Penambahan pada barang dagangan/komoditi tertentu.” (Al Mughni, 7/492) Hukum Riba Seperti kita ketahui bersama dan ini bukanlah suatu hal yang asing lagi bahwa riba adalah sesuatu yang diharamkan dalam syari’at Islam. Ibnu Qudamah mengatakan, وَهُوَ مُحَرَّمٌ بِالْكِتَابِ ، وَالسُّنَّةِ ، وَالْإِجْمَاعِ “Riba itu diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ (kesepakatan kaum muslimin).” (Al Mughni, 7/492) Bahkan tidak ada satu syari’at pun yang menghalalkan riba. Al Mawardiy mengatakan,
Baca Juga: Dahsyatnya Rahasia Bersedekah

Dosa Riba lebih besar dari Zina Mengerikan

“Sampai dikatakan bahwa riba sama sekali tidak dihalalkan dalam satu syari’at pun. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَأَخْذِهِمْ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ “Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya.” (QS. An Nisaa’: 161). Maksudnya adalah riba ini sudah dilarang sejak dahulu pada syari’at sebelum Islam. (Mughnil Muhtaj, 6/309) Di antara dalil Al Qur’an yang mengharamkan bentuk riba adalah firman Allah Ta’ala, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imron: 130) وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275) Di antara dalil haramnya riba dari As Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa memakan riba termasuk dosa besar. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ »

 “Jauhilah tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan pelakunya dalam neraka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut?” Beliau mengatakan, “[1] Menyekutukan Allah, [2] Sihir, [3] Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, [4] Memakan harta anak yatim, [5] memakan riba, [6] melarikan diri dari medan peperangan, [7] menuduh wanita yang menjaga kehormatannya lagi (bahwa ia dituduh berzina).” (HR. Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melaknat para rentenir (pemakan riba), yang mencari pinjaman dari riba, bahkan setiap orang yang ikut menolong dalam mu’amalah ribawi juga ikut terlaknat. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata, لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR. Muslim no. 1598) Maksud perkataan “mereka semua itu sama”, Syaikh Shafiyurraahman Al Mubarakfury mengatakan, “Yaitu sama dalam dosa atau sama dalam beramal dengan yang haram. Walaupun mungkin bisa berbeda dosa mereka atau masing-masing dari mereka dari yang lainnya.”


Riba lebih besar dari Zina Mengerikan

 (Minnatul Mun’im fi Syarhi Shohihil Muslim, 3/64) Dampak Riba yang Begitu Mengerikan Sungguh dalam beberapa hadits disebutkan dampak buruk dari memakan riba. Orang yang mengetahui hadits-hadits berikut ini, tentu akan merasa jijik jika harus terjun dalam lembah riba. [Pertama] Memakan Riba Lebih Buruk Dosanya dari Perbuatan Zina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً “Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih) [Kedua] Dosa Memakan Riba Seperti Dosa Seseorang yang Menzinai Ibu Kandungnya Sendiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ “Riba itu ada 73 pintu (dosa).
Baca Juga: Dahsyatnya Pahala Bagi Orang Yang Rajin Shalat Berjamaah
Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya) [Ketiga] Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah Ta’ala Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ “Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi) Wallahu a'lam bish-shawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel